Rabu, 30 Mei 2012

IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN TERHADAP UPAYA PEMBANGUNAN POLITIK BANGSA DI ERA GLOBALISASI


IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN TERHADAP UPAYA PEMBANGUNAN POLITIK BANGSA DI ERA GLOBALISASI

Untuk Memenuhi Tugas Individu Pengganti UTS Pembangunan Politik

 




JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2010


 
DAFTAR ISI
Halaman Judul          
Daftar Isi                  
PENDAHULUAN   
PEMBAHASAN     
Implementasi E-Business  
Globalisasi                
Jenis-jenis Pelayanan pada E-Government   
Relasi E-Government (G-C, G-G, G-B, G-CV) 
Perubahan Paradigma Manajemen E-Government  
Peran E-Government dalam Kebijakan Publik    
Peran E-Government sebagai Reduktor KKN  
Road to E-Government  
Pertumbuhan Knowledge Society   
Pembangunan Infrastruktur Teknologi Informasi  
Pemberlakuan Enabling Policy     
Pembangunan dan Pengembangan E-Government 
Gambaran E-Government di Beberapa Negara Asia Tenggara
PENUTUP  
DAFTAR PUSTAKA  



DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku/ Bacaan:
-          Winarno, Budi. 2004. Globalisasi Wujud Imperialisme Baru. Yogyakarta: Tajidu Press.
-          Khor, Martin. 2004. Globalisasi dan Krisis Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta: Cindelaras.
-          Indrajit, Eko R. 2002. Electronic Government-Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi.
-          Setiono, Budi. 2004. Birokrasi dalam Perspektif Politik Administrasi. Semarang: Puskodak.
-          Handoko, T Hani. 1995. Manajemen. Yogyakarta. BPFE.
-          Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik-formulasi, Implementasi, dan evaluasi. Jakarta: Gramedia.
-          Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi Daerah. Semarang: Gloggaps.
-          Majalah Forum Vol. 32 No. 1 Januari 2005.
-          Jurnal Dialogue MAP UNDIP.

Website:
-          Canada.gc.ca (Di akses pada tanggal 22 November 2010)
-          www.gov.sg (Di akses pada tanggal 22 November 2010)
-          www.ukonline.gov.uk (Di akses pada tanggal 22 November 2010)
-          www.govt.nz (Di akses pada tanggal 22 November 2010)



 PENDAHULUAN

Paham yang beranggapan bahwa dunia ini seluas daun kelor agaknya relevan dengan situasi saat ini yaitu globalisasi. Kita dapat berinteraksi dengan siapa pun di dunia ini tanpa benturan ruang dan waktu. Hal ini sebagai akibat dari berkembangnya teknologi terutama Teknologi Informasi/Information Technology (IT). Hal ini sejalan dengan pemikiran Tapscott (1996, dikutip dalam Everard, 2000, h. 3 dalam Setiono 2004, 222): “Today we are witnessing the early turbulent days of revolution as significant as any other in human history. A new medium of human communications is emerging, one that may proove to surpass all previous revolutions-the printing press, the telephone, the TV, the computer-in its many impact in our economic and social relationships has occurred only handfull of times before in this planet...”
Perkembangan teknologi informasi boleh dikatakan sebagai faktor penentu suksesnya industrialisasi, perdagangan, dan penciptaan efisiensi perusahaan-perusahaan transnasional. Hal inilah yang sering menjadi influence paradigma baru sektor publik seperti yang dikatakan Yuwono: Paradigma baru di sektor publik disebabkan karena keberhasilan sektor privat/bisnis dalam melakukan inisiatif dan kreativitas sehingga produktivitas, efisiensi, dan efektivitasnya jauh lebih berkembang ketimbang sektor publik (Yuwono, 2001: 4). Salah satu faktor kesuksesan sektor privat adalah penggunaan teknologi canggih dalam sistem informasi manajemen yang sering kita sebut e-business.
Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara tidak hanya terbatas hubungannya dengan rakyatnya, akan tetapi juga menyangkut kiprahnyadi dunia internasional. Dengan berlangsungnya “global village” ini gelombang pemikiran tentang demokratisasi, hak asasi manusia, good government, good governance, dan good corporate governance telah menjadi isu-isu yang patut diperhatikan dan membutuhkan penanganan yang lebih baik. Jika dahulu pemerintah terkenal dengan birokrasinya yang sangat boros, lamban, kaku, dan tidak efisien, maka masyarakat saat ini membutuhkan sebuah kinerja pemerintah yang cepat, murah, dan berorientasi pada proses agar dapat memberikan dukungan yang signifikan dan kompetitif bagi para konsumernya (individu, komunitas bisnis, masyarakat, dan stakeholders yang lain). (Indrajit, 2000: X).
Pada dasarnya tugas umum pemerintah adalah melayani masyarakat yang di dalamnya berkaitan dengan pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan penyebaran data maupun informasi yang penting bagi masyarakat. Dalam konteks ini, Teknologi Informasi (IT) akan sangat berperan didalamnya. Penggunaan IT dalam penyelenggaraan pemerintah sering kita sebut e-gov (electronic government).
Oleh karena itu, maka dalam makalah ini penulis bermaksud untuk mengkaji dan membahas sejauh mana Implementasi E-Government dalam Penyelenggaraan Pemerintahan terhadap Upaya Pembangunan Politik Bangsa di Era Globalisasi.



PEMBAHASAN

Jika dilihat dari perspektif proses secara historis The driving force urgensi implementasi e-government ada dua yaitu: 1) Globalisasi; 2) Implementasi e-business di sektor privat.
1.      Globalisasi
Globalisasi perlu dikaji karena globalisasi merupakan salah satu faktor yang menuntut dikembangkannya e-government dalam pemerintahan kita. Globalisasi mempunyai berbagai macam definisi. Ledge (1991) mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain/saling berhubungan dalam semua aspek kehidupan mereka menyangkut sosial, ekonomi, budaya, teknologi, dan lain-lain. Atau dengan kata lain, sebagian besar kehidupan masyarakat dunia ditentukan oleh proses-proses global. Definisi oleh Amal (2001), globalisasi merupakan proses munculnya masyarakat.
Global yaitu suatu dunia yang terintegrasi secara fisik dan melampaui batas-batas negara, ideologi, dan lembaga politik. Martin kohr menarik dua ciri utama dari globalisasi yaitu: pertama peningkatan konsentrasi dan monopoli sumber daya, kedua proses penentuan kebijakan negara berada di bawah pengaruh badan-badan internasional. Pendefinisian konsep globalisasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam menurut David Held: Pertama pandangan kaum Hiperglobalis, kedua pandangan kaum Skeptis, dan ketiga pandangan kaum Transformasionalis.
Kaum Hiperglobalis berpendapat globalisasi sebagai sejarah baru kehidupan manusia dimana “negara tradisional sudah tidak relevan lagi, lebih-lebih menjadi tidak mungkin dalam unit-unit bisnis ekonomi global”. Gejala yang dapat diamati adalah denasionalisasi, transnasional network of production, economic borderless. Beberapa pemikirnya adalah Kenichi Ohimae, Friedmand, dan lain-lain. Pandangan kaum Skeptis bertolak belakang dengan pandangan kaum Hiperglobalis. Hirts dan Thompson yang berada di jalur ini berpendapat bahwa globalisasi merupakan sebuah mitos. Mereka juga beranggapan bahwa globalisasi sebenarnya adalah semacam “triumvirat” karena sumber daya hanya berpusat di tiga kawasan yaitu Eropa Barat, Asia Timur (Jepang-Korsel), dan USA saja.
Kaum Transformasionalis berpendapat lain lagi, mereka berperan sebagai penengah diantara dua pandangan itu.Globalisasi merupakan kekuatan utama di balik perubahan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kelompok ini juga menekankan peran lembaga-lembaga internasional dalam mengatur tatanan dunia. Dari bermacam-macam definisi di atas ada beberapa aspek dalam konsep globalisasi yaitu proses global/internasionalisasi, kemajuan teknologi informasi, pengurangan peran pemerintah, dan lain-lain.
Globalisasi menjadi isu strategis dalam kajian ilmu-ilmu sosial karena globalisasi seperti sekeping mata uang yang mempunyai dua sisi. Di satu sisi globalisasi melahirkan kemajuan teknologi, kemudahan, efisiensi, tetapi di sisi lain globalisasi mempunyai dampak yang negatif misalnya:  kelestarian alam yang terancam, demoralisasi, dan lain-lain.

2.      Implementasi E-Business
a.       Pengertian E-Business
E-Business adalah suatu pola bisnis baru yang banyak diyakini sebagai suatu pola bisnis masa depan, E-business menggunakan teknologi internet sebagai kekuatan utamanya untuk dapat melakukan beragam aktivitas bisnis secara elektronik yang efisien dan fleksibel. Lee dan Whang (2001) mendefinisikan e-business sebagai “the use of internet-based computing and communication to execute both front-end business processes”. Sedangkan Laudon dan Laudon (2000) mendefinisikannya sebagai “the use of the internet and other digital technology for organizational communication and coordination and the management of the firm.’’
Melalui definisi tersebut terlihat bahwa lingkup e-business adalah sangat luas. Ia mencakup seluruh aktivitas manajemen seperti komunikasi, kolaborasi, ataupun koordinasi yang berlangsung secara elektronis dalam mendukung seluruh proses bisnis yang berlangsung dalam suatu perusahaan. Dalam e-business manajer dapat menggunakan e-mail, dokumen web, dan groupware untuk berkomunikasi secara efektif dengan karyawan serta berbagai pihak lainnya dalam perusahaan, serta melakukan kolaborasi kerja dengan team work dimanapun juga. Sebagai pelengkap, perusahaan Oracle (www.oracle.com) yang banyak memproduksi aplikasi-aplikasi penunjang e-business mendefinisikannya sebagai “a true e-business is a business that utilizes the full power of the internet to make its operation dramatically more efficient, less expensive, and more flexible than ever before”.
Dari pengertian-pengertian di atas nampak bahwa e-business diterapkan untuk membuat kegiatan operasional perusahaan menjadi lebih efisien, lebih murah, serta lebih fleksibel daripada sebelumnya. Selain itu, melalui e-business perusahaan tidak saja diharapkan mengalami penurunan biaya namun juga memberikan kesempatan baru perusahaan untuk meningkatkan laba melalui penciptaan produk dan jasa ataupun perluasan sebagaimana dinyatakan oleh Laudon dan Laudon (2000): “The  internet  can  help  companies  create  and  capture profit  in  new ways  by  adding  extra  value  10  existing  producis and service or by providing the foundation for new producis and services”.
Selama ini penerapan e-business memang lebih diarahkan pada peningkatan  kemampuan perusahaan untuk meningkatkan revenue serta menurunkan biaya operasional, sebagaimana dikemukakan oleh Barua, et all (2001) bahwa investasi dalam e-business akan meningkatkan keberhasilan kegiatan operasional, yang pada akhirnya akan meningkatkan keberhasilan financial perusahaan.
Secara umum e-business merupakan penggunaan teknologi informasi/IT terutama internet dalam organisasi bisnis. Sejumlah perusahaan multi nasional telah membuktikan keberhasilan mereka karena dalam sistem informasi manajemennya telah menggunakan IT/internet sehingga dihasilkan informasi dan data yang akurat dalam setiap mengambil keputusan. American Airlines merupakan perusahaan pertama yang menggunakan teknologi IT dalam sistem informasi manajemennya untuk layanan pemesanan tiket.
E-business telah menunjukkan banyak tingkat keunggulannya karena dengan e-business memungkinkan transaksi bisnis jarak jauh tanpa harus kontak langsung dengan client sehingga organisasi akan semakin efisien (Widiartanto, 2004: 53).
Di Indonesia strategi bisnis melalui mekanisme e-business semakin meluas digunakan, khususnya untuk usaha perbankan, pendidikan, perhotelan, perdagangan, rumah sakit dan berbagai bidang lainnya. 

b.      E-Gov
Apabila kita lihat dari asal katanya electronic government terdiri dari dua kata yaitu “electronic” dan “government” yang apabila ditranslate ke dalam bahasa Indonesia menjadi pemerintah elektronik. World Bank menjelaskan domain dan ruang lingkup e-government sebagai: e-government refers to the use by government agencies of information, technologies (such as wide area networks, internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, business, and other arms of government. (e-government merupakan penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah seperti wide area networks, internet, dan computer mobile yang mempunyai kemampuan mentransformasikan hubungan dengan rakyat,  kelompok bisnis, aparatur pemerintah).
UNDP mendefinisikan e-government: e-government is the application of Information and Communication Technology (ICT) by government agencies.  (e-government merupakan aplikasi  teknologi informasi dan komunikasi oleh pemerintah). Janet Caldow, Direktur Institute for Electronic Government (IBM Corporation) dari hasil kajiannya bersama Kennedy  School of Government,  Harvard  University,  memberikan sebuah definisi yang menarik, yaitu: Electronic  Government is nothing short of fundamental transformation of government and governance at a  scale we have not witnessed since the beginning of  industrial era. (elektronik government  tidak  hanya transformasi fundamental pada pemerintah dan kepemerintahan tetapi sudah ada pada era industrial).
Tiap-tiap pemerintahan di negara yang sudah maju juga mempunyai definisi sendiri tentang e-government. Pemerintah federal Amerika Serikat mendefinisikannya E-government is refers to delivery of government information and service on-line through internet or other digital means. (e-government merupakan penyebaran informasi pemerintah dan pelayanan on-line melalui internet atau peralatan digital lainnya. Sementara itu, Italia secara lengkap dan detail mendefinisikan e-government sebagai: The use of modern ICT in the modernization of our administration which comprise the following classess of action:
1)      Computerization designed to anhance operational efficiency within individual departements and agencies;
2)      Computerization services to citizen and firm often  implying integration  among  the  services  of  different  department  and agencies;
3)      Provision of ICT access to final users of government services and information. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi modern dalam modernisasi  sistem  administrasi  yang  terdiri  dari:
a)      Desain komputerisasi untuk meningkatkan efisiensi operasional pada departemen  dan agensi;
b)      Komputerisasi dalam pelayanan kepada masyarakat dan perusahaan yang mengimplikasikan integrasi diantara pelayanan dari departemen yang bermacam-macam;
c)      Akses teknologi informasi dan komunikasi untuk pengguna akhir dari pelayanan dan informasi pemerintah.
Pemerintah New Zealand melihat e-government sebagai sebuah fenomena sebagai berikut: E-government is a way for government use new technologies to provide people  convenient access to government information services to improve the quality of the services and to provide greateropportunities toparticipate in our democratic institution and processess. (E-government merupakan cara pemerintah untuk menggunakan teknologi yang baru untuk menyediakan masyarakat akses yang lebih banyak mengenai informasi dan pelayanan pemerintah, untuk meningkatkan kualitas service dan menyediakan kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam proses dan institusi demokrasi (Indrajit, 2002: 2-4). Dari berbagai definisi tersebut, terdapat beberapa konsep e-government:
a)      Penggunaan ICT;
b)      Berorientasi pada efisiensi;
c)      Melayani masyarakat.

c.       Lokus E-Government dalam Manajemen Pemerintahan
Secara umum manajemen meliputi fungsi planning, organizing, actuating, dancontrolling. Fungsi-fungsi tersebut membutuhkan sistem informasi yang mendukungnya. Dalam organisasi publik e-government merupakan salah satu bentuk sistem informasi manajemen publik.

Jenis-jenis Pelayanan pada E-Government
Ada tiga jenis proyek-proyek pelayanan pada e-government:
1.      One-way service, pelayanan jenis ini adalah bentuk pelayanan dimana terjadi komunikasi satu arah. Pemerintah menyajikan sesuatu informasi dan data yang dapat diakses secara bebas oleh masyarakat yang membutuhkan. Media yang digunakan biasanya internet dengan situs-situs informasional. Misalnya, informasi Kota Semarang secara umum, informasi  suatu  institusi  atau  departemen, syarat-syarat pendirian badan usaha, data statistik dari BPS, hasil tabulasi suara Pemilu dari KPU, dan lain-lain.
2.      Two-way service. Model pelayanan ini sedikit berbeda dengan publish. Model pelayanan two-way service bersifat komunikasi dua arah. Aplikasi model ini biasanya menggunakan bentuk portal yaitu ada fasilitas searching untuk pencarian data/informasi yang bersifat lebih spesifik (dalam model one-way service hanya berbentuk link).
Aplikasi lain dari two-way service adalah pemerintah menyediakan fasilitas dimana masyarakat dapat berinteraksi baik secara langsung (chatting, tele-conference, web-TV, dan lain-lain) ataupun tidak langsung melalui e-mail, frequent ask question, news letter, mailing list dan  sebagainya. Contohnya: masyarakat dapat mengakses berapa jumlah pegawai dalam suatu institusi, berapa formasi yang kosong dan masih banyak yang lain. Di sini masyarakat dapat berdiskusi dengan anggota dewan legislatif melalui mailing list/email. Pelaku bisnis dapat berdiskusi tentang proyek-proyek pemerintah meliputi syarat, prosedur, dan sebagainya.
3.      Transaction. Model ini hampir sama dengan model two-way service, akan tetapi transaction berhubungan dengan perpindahan uang antar pihak. Masyarakat tidak secara gratis mendapatkan layanan, tetapi harus membayar jasa pelayanan yang diberikan. Implementasi nyatanya dapat kita lihat dalam:
a)      Masyarakat dapat mengajukan permohonan dan perpanjangan seperti: SIM, STNK, KTP  lewat internet;
b)      Masyarakat dapat membayar pajak dan retribusi kepada pemerintah lewat internet;
c)      Praktek-praktek e-procurement dalam tender proyek-proyek pemerintah;
d)     Petani dapat mempromosikan hasil panennya melalui internet, dan lain-lain.
Dari ketiga model layanan tersebut, model ketiga nampaknya belum dapat dipraktikan di  Indonesia karena model ini lebih rumit, complicated, dan sophisticated dibanding model 1, 2,  dan faktor-faktor tertentu yang menyebabkan model ketiga  merupakan  tantangan  e-government  untuk masa mendatang.

Relasi E-Government (G-C, G-G, G-B, G-CV)
1.      G to C (Government to Citizen)
Relasi government dengan citizen yaitu suatu hubungan antara pemerintah dengan rakyat. Relasi jenis ini merupakan relasi yang umum dipraktikkan di negara-negara manapun pemerintah membangun akses informasi yang dapat dimanfaatkan/diperoleh masyarakat untuk kepentingannya. Contoh aplikasi jenis ini: masyarakat bisa mengakses data/informasi dari BPS, masyarakat dapat mendaftar ke PTN melalui internet, masyarakat dapat mengetahui pengumuman hasil ujian melalui SMS dari ponsel masing-masing, dan lain-lain.
2.      G to G (Government to Government)
Relasi ini menghubungkan antara pemerintah dengan pemerintah. Yang dimaksud pemerintah dengan pemerintah bisa mempunyai maksud antara pemerintah pusat dalam suatu negara dengan Pemda-nya atau antara pemerintah pusat/daerah antar negara yang berbeda.  Dalam praktiknya dapat diamati:
a)      Pelaporan, komunikasi antara pemerintah pusat di Jakarta dengan pemerintah daerah  di Semarang menggunakan fasilitas on-line (internet);
b)      Komunikasi, konsultasi, dan kerjasama pemerintah dengan kedutaan luar negeri menggunakan internet, dan lain-lain.
3.      G to B (Government to Business)
Government to business yaitu relasi antara pemerintah dengan pelaku dunia usaha baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Keuntungan dari pengembangan yang baik pada relasi ini adalah terjadinya relasi yang lebih transparan antara pemerintah dengan kelompok-kelompok kepentingan (pelaku bisnis) sehingga dapat diminimalisir penyimpangan dalam proyek-proyek pemerintah melalui mekanisme contracting out. Contoh relasi jenis ini adalah pebisnis dapat mengakses informasi, prosedur perizinan dari regulasi yang ditetapkan pemerintah; pebisnis dapat membayar pajak-pajak usaha melalui sistem on-line. Jenis relasi ini akan sangat efisien terutama bagi perusahaan-perusahaan transnasional yang berinvestasi di Indonesia. Dengan kemudahan prosedur maka akan banyak investor yang menginvestasikan modalnya di Indonesia.
4.      G to CV (Government to Civil Servant)
Hubungan antara pemerintah dengan civil servant yaitu merupakan hubungan antara pemerintah dengan PNS, sebagai karyawan/pekerja dari pemerintah. PNS dapat mengakses informasi tentang gaji, cuti, mutasi tanpa harus datang ke Badan Kepegawaian misalnya.

Perubahan Paradigma Manajemen E-Government
Orientasi dari perubahan paradigma birokrat adalah menghasilkan produk atau pelayanan yang cost-efficient kepada masyarakat dan mereka yang berkepentingan (stakeholders). Orientasinya pada efisiensi karena bukan merupakan rahasia umum bahwa biaya pemerintahan diambil langsung dari anggaran belanja negara/daerah yang terkadang sangat kecil dibandingkan volume dan frekuensi produk/pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat. Karena selalu menggunakan ukuran biaya sebagai fokus, maka dapat dimaklumi jika banyak sekali produk atau pelayanan yang diberikan kalangan birokrat terkadang memiliki kualitas yang rendah dan cenderung terkesan asal-asalan. Didalam e-government pemberian produk dan pelayanan harus berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction oriented).
Ukuran keberhasilan pemberian produk dan pelayanan dari pihak pemerintah kepada masyarakat adalah jumlah keluhan dari pelanggan yang bersangkutan terhadap kualitas produk dan pelayanan yang diberikan. Hal yang lain yang harus diperhatikan, karena berorientasi kepada kebutuhan dan kepuasan pelanggan, maka produk maupun pelayanan yang diberikan pun harus dapat fleksibel (di sisi ekstrim, setiap produk atau pelayanan harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan unik masing-masing individu). Contoh lain aspek fleksibilitas adalah sehubungan dengan cara akses kepada pemerintahan, kalau di dalam pendekatan konvensional masyarakat yang harus datang ke birokrat, di dalam e-government pemerintah harus dapat menjawab kebutuhan masyarakat 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, dari mana saja dan kapan saja.

Peran E-Government dalam Kebijakan Publik
Secara umum kebijakan publik merupakan: Apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah. Atau secara operasional dapat diartikan segala ketentuan-ketentuan pemerintah yang menyangkut kepentingan publik. Salah satu faktor penentu keefektifan kebijakan publik adalah data/informasi yang valid. Dalam suatu manajemen data/informasi menempati peran penting dalam rangka mengetahui hal-hal/isu-isu strategis dalam suatu organisasi. Lebih khusus dalam kebijakan publik yang meliputi formulasi, implementasi, dan evaluasi, data/informasi mutlak diperlukan dalam tiap tahap tersebut.
Pentingnya data yang valid dalam proses formulasi, implementasi, dan evaluasi akan sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan organisasi. Penggunaan IT dalam proses kebijakan adalah antara pemerintah dengan stakeholders dapat saling mengakses informasi/data yang nantinya akan digunakan dalam formulasi kebijakan publik. Misalnya suatu Pemda ingin membuat RS/Puskesmas, tentu akan membutuhkan dana yang valid tentang jumlah penduduk, tingkat kelahiran, rata-rata orang sakit yang menggunakan jasa RS/Puskesmas tiap tahun, dan data penting lainnya.

Peran E-Government sebagai Reduktor KKN
E-government secara logis dapat berperan sebagai reduktor KKN. Mengapa?
1.      Implementasi e-government dalam penyelenggaraan pemerintahan seperti dalam Pelayanan Publik, Kebijakan Publik, akan semakin meminimalisir kontak langsung antar pelaku sehingga diasumsikan terjadinya penyimpangan dapat dikurangi.
2.      Dengan implementasi e-government akan semakin tercipta transparansi dimana setiap pihak dapat mengetahui data atau informasi penting yang dibutuhkan stakeholders. Tingkat manipulasi data dapat lebih mudah dilacak untuk mengetahui data yang sebenarnya. Sebagai contoh: perpanjangan STNK/SIM lewat internet dengan tipe transaction akan semakin mudah dilakukan oleh pengguna karena dalam  kanal akses  Samsat perpanjangan SIM dan STNK terdapat informasi  yang  jelas  dan  transparan  sehingga akan  menutup kemungkinan peran calo di dalamnya.
Dari beberapa uraian di atas dengan implementasi e-government, performance organisasi publik akan semakin efisien, efektif, transparan, akuntabel, kreatif, dan partisipatif.

Road to E-Government
Bagaimana sebenarnya model pemerintahan lama berevolusi menjadi sebuah e-government? Ada sebuah teori yang cukup menarik untuk disimak dari seorang praktisi pemerintahan di Kanada. Secara umum, evolusi terjadi melalui empat tahapan besar, yaitu (Canada, GTIS):
1.      Knowledge Society: Human capital, innovation, standard of living, investment capital, trade, health, security;
2.      Infrastructure: Network centric, speed to market, process less, electronic service, electronic commerce enabled, secure, trusted, reliable and interoperable;
3.      Enabling Policy: Citizen engagement, connect ivy, inclusion of all Canadians,  horizontal infrastructure, learning organization;
4.      E-Government: Client centric, accessible, affordable, cross jurisdictional, transparent, renewable.

 Pertumbuhan Knowledge Society
Secara alami, pemicu utama terbentuknya e-government bergantung pada seberapa cepat tumbuhnya Knowledge Society (KS) di dalam sebuah negara. Knowledge society adalah sebuah komunitas yang memiliki ciri-ciri utama antara lain sebagai berikut:
1.      Menyadari bahwa aset terbesar komunitas terletak pada kompetensi, keahlian, dan pengetahuan dari masing-masing anggotanya (SDM), bukan terletak pada sumber daya lainnya semacam kekayaan finansial, relasi dengan industri, maupun hal-hal sejenis lainnya;
2.      Memahami bahwa pengetahuan merupakan hasil metabolisme berbagai peneliti yaitu data/informasi, pengalaman, content, dan context; sehingga sehari-harinya mereka akan “haus” untuk mengkonsumsi hal-hal tersebut;
3.      Melakukan inovasi-inovasi baru dari hari ke hari baik yang bersifat tangible maupun  intangible, karena adanya kesadaran bahwa satu-satunya cara untuk dapat bertahan  dan menang dalam era global adalah dengan berusaha menjadi produsen yang baik (menciptakan berbagai produk dan jasa dengan kualitas prima; dan
4.      Memiliki standar kehidupan yang relatif telah baik, dalam arti kata masyarakat tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, yaitu sandang,  pangan, dan papan; sehingga prioritas aktivitas sehari-harinya saat ini adalah untuk  meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara memperbaiki aspek-aspek semacam  keuangan,  kesehatan, dan pendidikan.
Karena kebutuhan hidup sebagaimana layaknya seorang manusia telah dapat tercukupi di dalam komunitas ini, maka mereka cenderung akan lebih berani melakukan hal-hal yang baru dan menentang di dalam kehidupannya, seperti mencoba hiburan baru, mengembangkan hobi, mencoba dan menggunakan teknologi baru, dan lain sebagainya. Mereka cenderung pula untuk mencoba melakukan hal-hal yang kebanyakan masyarakat di negara maju melakukannya. Knowledge Society ini merupakan modal dasar dan titik awal dari berkembangnya pola kehidupan masyarakat yang mengarah pada keinginan untuk menerapkan konsep e-government.

Pembangunan Infrastruktur Teknologi Informasi
Indikator perkembangan industri komputer dan telekomunikasi dalam sebuah negara ditandai dengan semakin tersedianya fasilitas infrastruktur teknologi informasi canggih yang dapat dipakai oleh berbagai kalangan. Pada awalnya perkembangan teknologi ini telah mengubah paradigma, pemahaman dan mekanisme para praktisi manajemen dan bisnis dalam menciptakan produk dan jasanya, maka pada saat ini perkembangan teknologi internet telah merubah cara berbagai individu dan khalayak dalam berinteraksi dan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Dengan semakin stabilnya lingkungan bisnis di internet, maka konsep berdagang melalui dunia maya (e-commerce dan e-business) telah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh mereka yang berpikiran maju, karena jelas bahwa proses itu jauh lebih baik, cepat, dan murah dibandingkan dengan cara-cara konvensional.
Trend yang terjadi di negara-negara maju tersebut secara langsung akan sangat mempengaruhi perilaku masyarakat yang berada dalam Knowledge Society untuk bereksperimen dengan teknologi informasi. Dikatakan bereksperimen, karena dunia maya (internet) masih dianggap sebagai sebuah arena yang tidak bertuan, karena belum adanya kerangka kesepakatan antara mereka para pelaku internet dari berbagai negara untuk membuat kebijakan-kebijakan tertentu yang berlaku bagi mereka para netters.
Dengan kata lain, resiko berinteraksi melalui dunia maya tersebut terletak pada masing-masing pengguna. Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa biasanya anggota Knowledge Society akan ketagihan dalam melakukan interaksi di internet karena apa yang mereka butuhkan terdapat semua di sana. Sehingga apa yang terjadi adalah secara perlahan-lahan mereka akan mulai meninggalkan beberapa mekanisme yang biasa dilakukan di dunia nyata dan melakukannya di dunia maya.
Internet akan menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari karena secara logika banyak sekali prosedur atau mekanisme yang jika dilakukan melalui internet akan memakan waktu dan biaya yang jauh lebih cepat dan murah. Disamping itu, banyak sekali hal-hal yang mustahil dapat dilakukan di dunia nyata, dapat dengan mudah dilakukan di internet. Pada tahap ini, masyarakat mulai menganggap adanya arena kehidupan baru di luar dunia nyata yang saling melengkapi.

Pemberlakuan Enabling Policy
Peradaban manusia semakin berkembang sebagai akibat dari teknologi informasi yang berkonvergensi dengan tumbuhnya masyarakat berbasis pengetahuan (Knowledge Society) secara signifikan memaksa pemerintah untuk mulai memikirkan berbagai kebijakan yang harus disusun dan diberlakukan segera atas perubahan paradigma di berbagai aspek kehidupan dijamin akan mengarah ke hal-hal yang positif. Pada saat inilah embrio e-government mulai dihasilkan.  Pemerintah sebagai sebuah entiti kehidupan sebuah negara yang memiliki berbagai fungsi krusial mau tidak mau akan melibatkan berbagai pihak seperti masyarakat, kalangan swasta, dunia pendidikan, dan lain sebagainya dalam mencoba bersama-sama merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat menjawab tantangan di masa mendatang tersebut. Pada saat inilah pemerintah mulai mengetahui secara detail kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya yang harus diperoleh melalui interaksi mereka dengan birokrasi, tidak saja untuk membantu melakukan aktifitas sehari-hari, namun lebih jauh dapat menghasilkan keunggulan kompetitif bagi negara yang bersangkutan. Karena adanya kebijakan-kebijakan yang mendukung tersebut, maka secara otomatis masyarakat akan mulai memilih jenis pelayanan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah.  Pada saat inilah seleksi alam akan terjadi. Jika memang prosedur lama atau tradisional lebih efektif, maka akan tetap dipertahankan; sebaliknya jika masyarakat menilai bahwa penggunaan teknologi informasi semacam internet jauh lebih efektif dalam menghubungkan mereka dengan pemerintah, maka e-government pun akan dengan sendirinya diimplementasikan.

Pembangunan dan Pengembangan E-Government
Sosialisasi penggunaan e-government yang paling baik dan efektif adalah dari mulut ke mulut, dalam arti kata adalah bahwa pengalaman sukses seseorang berinteraksi melalui pemerintah dengan fasilitas teknologi informasi merupakan hal yang sangat berharga.
Konsep e-government tidak hanya berarti adanya perubahan kinerja yang baik dari kalangan pemerintah kepada rakyatnya, namun lebih jauh berarti adanya transformasi pendekatan penyelenggaraan sebuah pemerintahan dari yang berpusat pada pemerintah (eksekutif) menuju kepada yang berpusat pada masyarakat (demokrasi). Cepat lambatnya evolusi sebuah negara dari Knowledge Society menuju e-government tersebut sangat tergantung dari seberapa peka pemerintah dan masyarakatnya dalam membaca tanda-tanda zaman (trend atau kecenderungan).
Di dalam era globalisasi ini, sangat banyak variabel dan parameter yang berada di luar kontrol sebuah negara yang bersangkutan, sehingga tidak ada jalan lain bahwa jika ingin tetap bertahan di dalam pergaulan dunia, pemerintah dan masyarakat sebuah negara harus memiliki strategi yang tajam dan jitu. Hal ini pulalah yang menjadi dasar mengapa banyak sekali negara-negara dunia ketiga dan negara-negara yang terbelakang telah mulai memikirkan dan melakukan perencanaan, pembangunan, dan pengembangan terhadap konsep e-government di negaranya masing-masing-masing. Hal tersebut karena sadarnya mereka bahwa e-government tidak hanya memiliki batasan internal (hanya berlaku dan bermanfaat untuk masyarakat dalam sebuah negara saja), akan tetapi justru dapat menjadi fasilitas dan medium yang handal dalam usahanya untuk menjalin kerjasama bilateral maupun multilateral dengan negara-negara lain. (Indrajit, 2001).
  
Gambaran E-Government di Beberapa Negara Asia Tenggara
Malaysia
Awal 90-an Kebijakan penggunaan teknologi informasi dalam pemerintahan telah diartikulasikan oleh perdana menteri saat itu, Mahatmir Muhammd dengan “Visi Malaysia menuju 2020”. Sebelumnya sekitar setahun 1977 di buat suatu institusi yang dinamakan The Malaysian Administrative Modernization and Management Planning Unit (MAMPU).  Lembaga ini merupakan lembaga di bawah perdana menteri yang bertugas mengkoordinasikan penggunaan komputerisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pada perkembangannya dibentuk National Consulstive Comitte on Information Technology (NCCIT) pada tahun 1988 yang melayani forum publik penggunaan komputerisasi di Malaysia baik di sektor publik maupun sektor privat. Pemerintah Malaysia meneruskan pembangunan electronic government dengan membentuk Civil Service Link (CLS) pada bulan Agustus 1994 yang dioperasikan oleh MAMPU. CLS menyediakan informasi kepada publik mulai dari regulasi sampai masalah investasi.

Singapura
Negara ini merupakan pelopor penggunaan teknologi informasi dalam perencanaan nasionalnya. Setelah merdeka tahun 1965 dengan kepemimpinan dari People’s Action Party  (PAP) telah menyiapkan kebijakan pembangunan yaitu: tahap pra industrialisasi tahun 60-an, intensive capital industrialization 70-an, knowledge intensive industrialization 70-an, dan globalisasi pada 90-an. Hasil dari kebijakan tersebut sejak 1981 di bentuk Civil Service Computerization Program yang di koordinasi oleh National Computer Board (NCB).


Indonesia
Implementasi penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masih hanya sebatas hubungan antara institusi dalam pemerintah. Jika ada pelayanan kepada masyarakat hanya sebatas tipe pelayanan one way service, itu saja data-data yang ditampilkan jarang di up-date. Contoh implementasi electronic government di Indonesia misalnya: program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Program ini merupakan kerjasama Depdagri dengan pemerintah daerah dalam pelayanan data kependudukan yang terintegrasi langsung dengan pemerintah pusat/Depdagri. Jadi jika kita memasukkan data kependudukan di daerah otomatis akan ter-record langsung di data kependudukan pusat.
Kelebihan dari sistem ini tentu saja meningkatkan efisiensi, data dapat dikirim secara cepat, meminimalisasi manipulasi data kependudukan dan lain-lain. Mengapa demikian? Dengan sistem ini dapat dicegah dobel KTP dengan mekanisme yang dibuat sedemikian rupa oleh sistem komputer. Selain mempunyai beberapa kelebihan implementasi SIAK (untuk saat ini) masih mempunyai kelemahan yang perlu dibenahi untuk masa mendatang yaitu sistem back-up data dan database-nya masih berada di pemerintah pusat/Depdagri. Dengan demikian secara tidak langsung pelayanan di daerah sangat bergantung pada kondisi kanal akses, dalam hal ini Telkom dan kondisi di Depdagri.  Bahkan ada pendapat ini merupakan wujud sentralisme.
Sejauh ini program SIAK hanya diimplementasikan di beberapa daerah. Di Jawa Tengah baru dikembangkan di Kabupaten Pekalongan, Surakarta, Pemalang, dan Pati. Daerah-daerah  tersebut mempunyai inisiatif sendiri untuk mengimplementasikan SIAK setelah mengetahui  program dari Depdagri. Ini merupakan indikator kurangnya political will dari manajemen puncak di suatu daerah untuk mengimplementasikan electronic government. Sebenarnya SIAK akan lebih efektif jika digunakan serentak di seluruh Indonesia karena data yang akan terakumulasi secara serentak pula yang nantinya akan dipakai oleh institusi pemerintah untuk perencanaan pembangunan maupun penentuan kebijakan publik.
Implementasi sistem administrasi kependudukan di Kecamatan Kedung Wuni, Kabupaten Pekalongan Implementasi sistem administrasi Kependudukan (SAK) ini merupakan realisasi amanat ketetapan MPR No. VII/MPR/2002 yang merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera menciptakan sistem pengenal tunggal dan terpadu bagi seluruh penduduk Indonesia yang lahir hingga meninggal dunia, serta tidak bisa digantikan oleh orang lain.
Arah kebijakan pemerintah dalam penerapan SAK:
1.      Menjadikan faktor kependudukan sebagai titik sentral pembangunan Menyelenggarakan Administrasi Kependudukan dengan landasan hukum yang mantap untuk mengakomodasikan hak-hak penduduk serta perlindungan sosial.
2.      Menciptakan SAK melalui komitmen dan kerjasama berbagai pihak dan peran serta masyarakat. Mengelola program dan kegiatan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Dalam usaha mengimplementasikan SAK ini pemerintah Kabupaten Pekalongan melalui berbagai tahap yakni:
a)      Menganggarkan dana dalam APBD Kabupaten Pekalongan tahun 2004 untuk  penerapan SAK di dua kecamatan yaitu Kedungwuni dan Kajen sebagai lokasi  rintisan di Kabupaten Pekalongan. Setelah  itu, menyiapkan  infrastruktur  berupa  komputer  dan  perangkat  lain  yang spesifikasinya  ditentukan  oleh  Depdagri.  Setelah itu pemerintah Kabupaten Pekalongan melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui pemerintah desa.
Untuk hal brainware pemerintah Kabupaten Pekalongan melaksanakan pelatihan para calon operator, supervisor, regristar di Kantor Ditjen Adminduk, Jakarta. Disamping itu,  pemerintah Kabupaten Pekalongan menerbitkan landasan hukum penerapan SAK dan menerbitkan SK Bupati No. 14 Tahun 2004 tentang penerapan SAK dan SK Bupati No. 4744/106 Tahun 2004 tentang penunjukan supervisor, operator, dan registar. Dalam awal-awal implementasinya pemerintah Kabupaten Pekalongan melaksanakan proses pendampingan oleh tim Depdagri.
Dalam implementasi SAK ini kecamatan Kedungwuni mengalami banyak kendala yang harus dihadapi. Masyarakat umumnya shok karena adanya persyaratan yang harus dipenuhi dan lebih kompleks dari biasanya. Kemudian masalah anggaran untuk biaya on-line. Dan sistem ini sangat berpengaruh pada kondisi jaringan telepon dan server pusat di Depdagri.
Efek yang lain adalah pencegahan penduduk yang mempunyai KTP ganda belum biasa direalisasikan pada waktu dekat karena sistem ini belum serentak dilaksanakan. Tantangan dan alternatif solusi implementasi SAK meliputi:
1)      SDM dengan alternatif solusi peningkatan kualitas SDM, peningkatan peran kampus  sebagai sarang intelektual dalam pembangunan e-gov, pelatihan aparatur, membudayakan Knowledge Society, pemberdayaan warga negara yang  berkompeten dalam teknologi informasi untuk mengantisipasi maraknya hiker dalam kanal akses;
2)      Finansial/infrastruktur dengan alternatif solusi adanya political  will dari decicion  maker/administrator, contracting out dengan prinsip-prinsip reinventing government, bekerjasama dengan lembaga-lembaga donor pembantu pembangunan di dunia  berkembang UNDP, Ford Foundation, World  Bank,  da lain-lain;
3)      Culture dengan alternatif solusi peningkatan kemudahan akses dan operasionalisasi infrastruktur, penempatan brainware yang berkualitas di tempat-tempat pelayanan publik.
Tantangan atau hambatan dalam pembangunan electronic government yaitu masalah sumber daya manusia dan finansial merupakan masalah klasik yang dialami oleh sebagian besar negara-negara berkembang. Mau tidak mau dalam pembangunan electronic government harus mengutamakan kesiapan sumberdaya manusia sebagai faktor awal sebagaimana yang evolusi electronic government yang dikembangkan pemerintah Canada. Penerapannya di Indonesia dapat usahakan dengan cara:
1)      Peningkatan peran kampus sebagai sarana intelektual dalampembangunan e-government. Kampus merupakan tempat yang sering digunakan sebagai partner bagi pemerintah dalam merumuskan dan menjalankan program-program pembangunan.  Maka dalam pengembangan electronic government pemerintah harus menjadikan aktor-aktor intelektual (kebanyakan berangkat dari kampus) sebagai partner dalam usaha ini, pelatihan aparatur. Dalam implementasi electronic government mutlak  dibutuhkan brainware yang dapat mengoperasikan infrastruktur, aparat pemerintah dituntut untuk bisa mengoperasionalkan infrastruktur  dalam  rangka  untuk  melayani masyarakat,  membudayakan Knowledge Society, pemberdayaan warga negara yang berkompeten dalam teknologi informasi untuk mengantisipasi maraknya hiker dalam  kanal akses. Tidak dapat disangkal bahwa dalam dunia maya banyak terjadi hiker yang merugikan baik bagi users maupun supplier. Dalam hal ini dibutuhkan pemberdayaan warga negara yang berkompeten dalam teknologi informasi untuk mengantisipasi maraknya hiker.
Dari perspektif finansial pemerintah sebaiknya mempunyai political will terlebih dahulu dalam pembangunan electronic government secara bertahap. Dengan adanya kemauan pembangunan electronic government sebagai salah satu  isu  strategis  pembangunan  maka  akan  ada  alokasi dana khusus bagi pembangunan electronic government.
Penggalangan dana dapat juga diusahakan sesuai dengan prinsip-prinsip Reinventing government. Prinsip yang ketujuh dan ke delapan yaitu: concentrate on earning not just spending, invest ini prevention rather cure. Prinsip ini mengandung arti bahwa manajemen pemerintah dituntut untuk tidak hanya menghabiskan dana tetapi juga kalau bisa menghasilkan dana, pemerintah juga diharapkan meng-invest pencegahan masalah daripada mengatasinya.
Ada benang merah yang dapat ditarik dari pembangunan electronic government yaitu pembangunan ini dianggap bukan sebagai pengeluaran akan tetapi sebagai investasi pemerintah.  Diasumsikan investasi electronic government akan mencegah masalah-masalah yang terjadi dalam pemerintahan ketimbang mengatasinya. Dengan adanya pemahaman yang demikian maka akan ada dana alokasi khusus pembangunan electronic government.
Culture merupakan faktor yang tidak boleh dilewatkan dalam pembangunan electronic government. Untuk meningkakan culture perlunya informasi/need for information dalam masyarakat memang bukanlah hal yang mudah. Salah satu hal yang membuat seseorang tertarik sesuatu adalah sesuatu itu mudah dilakukan dalam kaitannya dengan electronic government sebaiknya tercipta kemudahan operasionalisasi infrastruktur.
Selain itu sebaiknya ditempatkan suatu tempat khusus akses pelayanan publik yang dilengkapi dengan brainware-nya. Misalnya, di kelurahan disediakan seperangkat komputer terhubung  internet lengkap dengan operatornya. Di situ masyarakat dapat mengakses informasi yang dibutuhkan melalui operator/brainware. Dalam titik ekstrim penulis membayangkan masyarakat dapat menggunakan fasilitas ini untuk e-commerce, menjual hasil pertanian mereka lewat internet. Dengan kebiasaan mereka dengan informasi maka kultur need for information akan segera terwujud dan akan sangat membantu akselerasi pembangunan electronic government.
 

PENUTUP

Wacana pembangunan dan implementasi electronic government merupakan isu strategis yang membutuhkan perhatian pemerintah terutama pada situasi global village seperti saat ini. Hal ini juga ditambah dengan kesuksesan aplikasi e-commerce dan e-business di sektor privat. Akan tetapi, di Indonesia implementasi itu tidak dapat dilaksanakan secara radikal untuk saat ini karena adanya beberapa hambatan yang menghinggapinya. Salah satu hambatan yang paling nyata adalah rendahnya kultur masyarakat dalam pendekatan tahap knowledge society. Maka untuk menanggapi hambatan tersebut diusahakan peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan.
Walaupun perkembangan electronic government di Indonesia dapat dikatakan masih rendah, akan tetapi akhir-akhir ini dirasakan sudah menunjukkan peningkatan. Hal ini ditandai dengan implementasi SAK di beberapa daerah di Indonesia merupakan pelopor implementasi electronic government (setidaknya dalam tataran relasi G-G). Semoga seiring dengan arus globalisasi dan tuntutan kebutuhan masyarakat implementasi e-government di Indonesia sesuai dengan yang diharapkan masyarakat dapat segera terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar